Rabu, 17 April 2013

Penyebab Deforestasi Hutan


Indonesia merupakan Negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang ditandai dengan dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah (genetik) yang berada dalam setiap jenisnya. Jumlah ekosistem yang ada di Indonesia diperkirakan sekitar 47 tipe ekosistem yang menyimpan pesona kehidupan flora dan fauna dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal inilah yang membuat Indonesia mendapatkan julukan sebagai salah satu Negara mega-biodiversity. Keanekaragaman hayati tersebut memberikan manfaat serba guna, dan mempunyai manfaat yang vital dan strategis sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru dunia yang dibutuhkan masa kini maupun masa akan datang
BAPPENAS mencatat bahwa Keanekaragaman hayati sampai dengan tahun 2010 tercatat 38.000 jenis tumbuhan termasuk 27.500 tumbuhan berbunga, sekitar 12 % mamalia (515 spesies), 1531 spesies burung (keempat terbanyak), 270 spesies amphibi (kelima terbanyak), 600 spesies reptilia (ketiga terbanyak) 1600 spesies kupu-kupu (terbanyak). Disamping itu Indonesia mempunyai tumbuhan palma sebanyak 477 spesies (47% endemik) dan ± 3.000 spesies tumbuhan penghasil bahan berkhasiat obat serta ditemukan sekitar 350 spesies dari family Dipterocarpaceae. Selain itu, indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan yang sangat luas yaitu 187,8 juta ha dengan 3,02 juta ha merupakan hutan mangrove atau 19% dari luas hutan mangrove dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%) (FAO, 2007).  
Namun, sungguh sangat disayangkan kekaguman terhadap ilustrasi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki tidak selalu membuahkan hasil yang positif, karena sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat keterancaman lingkungan yang paling tinggi, sehingga keberadaan keanekaragaman tersebut mendapat ancaman degradasi atau ancaman kepunahan yang sangat serius akibat dari kegiatan manusia yang tidak ramah lingkungan.
Ancaman Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Ancaman kepunahan keanekaragaman hayati memang disadari sebagai sesuatu hal yang wajar karena faktor perubahan alam yang antara lain perubahan iklim global, akan tetapi derajat kepunahan yang melesat bukanlah sesuatu hal yang dianggap wajar. Penyebab utama kepunahan tumbuhan dan satwa diantaranya disebabkan oleh kehilangan, kerusakan, serta terfragmentasinya habitat tempat hidup, pemanfaatan secara berlebihan dan perburuan serta perdagangan illegal. Hilangnya dan rusaknya habitat satwa disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan diantaranya konversi hutan alam untuk perkebunan, hutan tanaman industri, tuntutan pembangunan pembalakan liar (Illegal logging), kebakaran hutan dan konversi hutan menjadi areal pertambangan.   
Beberapa fakta yang terjadi terhadap kondisi hutan indonesia dalam beberapa dekade dari tahun 1990-2011. Kemenhut (2012) mencatat laju deforestasi pada tahun   1990-1996 mencapai 1,87 juta ha, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 1996-2000 menjadi 3,51 juta ha, menjelang tahun 2000-2003 laju deforestasi pun menurun hingga mencapai 1,08 juta ha, kemudian semakin menurun pada tahun 2003-2006 mencapai 1,17 juta ha, tahun 2006-2009 mencapai 0,83 juta ha, dan pada tahun 2009-2011 laju deforestasi mencapai 0,45 juta ha.
Dengan semakin menyusutnya luasan hutan, secara bersamaan menjadi ancaman terhadap keberadaan habitat satwa dan tumbuhan yang dilindungi. Kondisi tersebut juga menjadi konflik yang menstimulir antara manusia/komunitas yang tinggal didaerah home range satwa dengan satwa endemik. Beberapa contoh kasus yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo di Riau dan Taman Nasional Way Kambas konflik antara masyarakat dengan sekelompok gajah liar yang memasuki areal perkebunan masyarakat.    
Penyebab Kerusakan Hutan
Penyebab utama yang paling mendasar dalam kehilangan hutan antara lain :
·         Kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan keseimbangan ekosistem dan keengganan menggunakan ukuran-ukuran integritas ekosistem. Kebijakan yang ditetapkan biasanya cenderung eksploitatif dan mendorong pemanfaatan yang kurang bertanggung jawab karena pelaku bisnis tidak dituntut untuk melakukan pengelolaan sumberdaya menurut kaidah kelestarian usaha jangka panjang
·  Pembangunan yang terjadi hanya mengutamakan pemilik modal dan memarjinalisasi masyarakat miskin,masyarakat adat dan lokal atau  indigenous people sebagai pemangku kepentingan keberlanjutan ekosistem dan sumberdaya alam. Masyarakat yang termarjinalkan tidak memiliki pilihan lain kecuali ikut melakukan eksploitasi sesuai dengan keinginan perusahaan penguasa sumberdaya alam, atau menjadi pelaku illegal dalam pemanfaatan hutan di wilayah-wilayah konsesi yang sudah diberikan kepada pemilik modal besar
·         Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.
·     Korupsi dan keseluruhan tata kelola sumberdaya alam yang buruk terkait berbagai isu konservasi dan preservasi hutan, alokasi dan distribusi akses terhadap sumberdaya, terlebih dipicu dengan praktek bad governance yang memberi peluang kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi alam.
·        Lemahnya kebijakan peraturan perundangan-perundangan pengelolaan dan konservasi Sumberdaya alam karena selama ini konsep pengelolaan yang diterapkan masih bersifat sektoral dalam hal ini setiap sektor hanya memikirkan bidang tugas dan kepentingannya tanpa melihat dan memperhatikan adanya peluang untuk membangun koordinasi untuk melakukan pengelolaan yang efektif dan efisien serta berkelanjutan.
·         Kenaikan jumlah penduduk memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kerusakan hutan, karena kebutuhan akan lahan semakin meningkat demi memenuhi kebutuhannya hidupnya. 
Dampak Kerusakan Hutan
Dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan hutan antara lain :
a.    Perubahan iklim : efek yang ditimbulkan akibat dari kenaikan suhu bumi 1-30C mengakibatkan banyak spesies flora maupun fauna yang tidak mampu beradaptasi terhadap kondisi tersebut, sehingga menyebabkan kematian pada akhirnya banyak terjadi kehilangan keanekaragaman.
b.    Hilangnya habitat bagi satwa liar : penyusutan ekosistem yang secara dramatis akibat dari perluasan areal pertanian atau perubahan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan  diperkirakan 5-10% spesies akan hilang punah sehingga dapat diprediksi dalam 30 tahun mendatang akan banyak spesies yang punah terutaman spesies endemik.
Berikut akan diuraikan beberapa spesies yang rentan terhadap kepunahan akibat hilangnya habitat antara lain: 
·         Spesies pada ujung rantai makanan seperti karnivora besar (misalnya macan). Karnivora besar biasanya memerlukan territorial yang luas untuk mendapatkan mangsa yang cukup. Oleh karena populasi manusia yang terus merambah areal hutan  dank arena habitatnya terus menyusut maka jumlah karnivora yang ditampung pun akan terus mengalami penurunan.
·     Spesies lokal endemik atau spesies denga distribus yang terbatas (hanya ditemukan pada suatu area geografi tertentu). Spesies
·       Spesies Migratori. Spesies yang memerlukan habitat yang sesuai untuk mencari makan dan beristrahat pada lokasi yang terbentang luas sehingga sangat rentan terhadap kehilangan habitat tempat peristrahatannya.
·         Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompeks. Bila siklus hidup memerlukan beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang spesifik, maka spesies ini rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen dlam siklus hidupnya.   
c.    Fragmentasi habitat : fragmentasi habitat dapat mengganggu hubungan ekologis yang penting sehingga menyebabkan kepunahan sekunder, kehilangan home range, terciptanya populasi yang lebih kecil dan terisolasi.
d.    Terhadap masyarakat :
Pemahaman Konsep Keanekaraman hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversity) dapat diartikan dari berbagai aspek antara lain :
·      Kenakeragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi antara berbagai mahluk hidup serta antara mereka dengan lingkugannya
·      Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari mahluk sederhana seperti jamur, dan bakteri hingga mahluk yang mampu berpikir seperti manusia
·  Keanekaragaman hayati merujuk pada aspek keseluruhan dari system penopang kehidupan, yaitu mencakup aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek system pengetahuan dan etika dan kaitan diantara berbagai aspek ini
·      Keanekaan sistem pengetahuan dan kebudayaan masyarakat juga terkait erat dengan keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati terdapat tiga kategori diantaranya adalah sebagai berikut :
·      Keragaman genetik merupakan keanekaan individu didalam suatu spesies. Keanekaan ini disebabkan oleh perbedaan genetis antar individu.  Keanekaragaman genetik terjadi di dalam dan diantara populasi-populasi spesies serta di antara spesies-spesies
·   Keragaman spesies adalah keanekaan spesies organism yang menempati suatu ekosistem. Sehingga, keanekaragaman spesies merujuk pada keragaman spesies-spesies yang hidup
Keragaman ekosistem : berkaitan dengan habitat, komunitas biotik dan proses-proses ekologi serta keanekaragaman yang ada dalam ekosistem-ekosistem

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.